Beberapa bulan lalu saya membaca sebuah pertanyaan tentang Corporate Crimes di sebuah komunitas MSDM yang diajukan oleh seorang anggotanya yang saya turut menjawab. Penjelasan yang saya berikan tidak terlalu banyak menjelaskan aspek hukum atau bunyi berbagai pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana atau Undang Undang TIPIKOR  karena itu bukan bidang keahlian saya. Tetapi, sebagai orang yang pernah duduk dalam jajaran Dewan Direksi di 3 buah korporasi dan sebagai Komisaris dan Komisaris Utama sebuah BUMN maka saya cukup tahu banyak tentang masalah itu karena harus selalu berhati-hati dan harus memastikan bahwa perusahaan tidak terseret ke dalam tindak pidana korporasi jenis apapun atau terseret olehnya. ?

Terlebih lagi sekarang,  dengan telah diterbitkannya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 3 TH. 2016 pada bulan Oktober tahun 2016 lalu maka semua korporasi yang beroperasi di Indonesia, baik perusahaan nasional, BUMN atau Asing harus memperhatikan masalah tersebut dengan lebih  sungguh-sungguh. Yang dimaksud dengan Korporasi adalah badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang didirikan mengikuti ketentuan UU  No.40 Tahun 2007.

Bagian terpenting yang harus diperhatikan dari Peraturan MA tersebut ada di Bagian Kesatu yaitu tentang “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dan Pengurus” yang diuraikan dalam pasal pasal di bawah ini:

Pasal 3:
Tindak pidana oleh Korporasi merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi di dalam maupun di luar Lingkungan Korporasi.

Pasal 4
(1) Korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan pidana Korporasi dalam undang-undang yang mengatur tentang Korporasi.
(2) Dalam menjatuhkan pidana terhadap Korporasi, Hakim dapat menilai kesalahan Korporasi sebagaimana ayat (1) antara lain:
a. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak
pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan Korporasi;
b. Korporasi MEMBIARKAN  terjadinya tindak pidana;
atau
c. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

Pasal 5
Dalam hal seorang atau lebih Pengurus Korporasi berhenti, atau meninggal dunia tidak mengakibatkan hilangnya pertanggungan jawab korporasi

Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 tersebut  dilakukan terhadap salah satu dari, atau beberapa  stakeholders korporasi tersebut.

STAKEHOLDERS KORPORASI:
Stakeholders yang telah di-Indonesiakan menjadi “Pemangku Kepentingan” terdiri dari:

  1. Pemberi pinjaman dana, baik untuk keperluan investasi ataupun untuk modal kerja, misalnya Bank atau Lembaga Keuangan lainnya atau perorangan.
  2. Pemerintah dalam hal ini semua institusinya baik pada tingkat Pusat (Nasional) atau pun tingkat Daerah di mana korporasi tersebut berlokasi atau beroperasi.
  3. Pelanggan/Pengguna produk atau jasa yang diproduksi dan/atau dijual oleh korporasi.
  4. Pemilik perusahaan (pemegang saham) perusahaan tersebut.
  5. Pekerja/Pegawai/Karyawan yaitu orang-orang yang mempunyai perjanjian hubungan kerja dengan korporasi tersebut.
  6. Masyarakat Umum.
    Yaitu kelompok masyarakat yang sebuah korporasi, secara langsung atau tidak langsung punya kepentingan terhadapnya dan/atau sebaliknya. Misalnya, masyarakat yang tinggal di area di mana sebuah korporasi beroperasi.

CONTOH-CONTOH CORPORATE CRIMES.
Jenis-jenis “corporate crimes” yang mungkin dilakukan oleh korporasi terhadap tiap macam Stakehokder adalah di bawah ini:

  1. Kepada pembeli produk/jasa (pelanggan): Berbagai jenis Penipuan/Kelicikan, Penjualan produk palsu Produk Kadaluwarsa? Dll.
  2. Kepada investor (pemilik saham dan pemasok modal dengan cara lain) : Berbagai jenis investasi bodong, penggelapan dana dan aset milik investor atau nasabah.
  3. Kepada pesaing : Pelanggaran UU Persaingan Usaha; Kartel dan Oligopoli
  4. Kepada Mitra Bisnis : Penipuan dan penggelapan dana.
  5. Pemasuk barang/jasa : Penipuan, penggelapan.
  6. Negara : Ngemplang Pajak, Pelanggaran UU Lingkungan Hidup, Monopoli, Oligopoli,  Dll.
  7. Masyarakat Umum : Kerusakan lingkungan hidup,  gangguan terhadap keamanan, kesehatan dan kenyamanan.
  8. Pekerja : Pelanggaran Keselamatan Kerja, Penggelapan hak pekerja atas upah, kesejahteraan dan hak lainnya yang ditetapkan oleh Undang-undang.

Catatan: Kejahatan dilakukan oleh pekerja terhadap pihak lain misalnya menerima suap dari pemasok atau dari pencari kerja, tidaklah termasuk dalam kategori corporate crime dengan catatan bahwa korporasi telah mengambil tindakan hukum terhadap para pelakunya dengan cara melaporkannya kepada penegak hukum.

Bila terbukti bahwa sebuah korporasi telah melakukan tindak pidana korporasi, menurut UU PT Indonesia, seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara renteng (terseret semua). Jadi mereka yang berminat jadi Direktur SDM yang diangkat dalam Rapat Umum Pemegang Saham harus selalu ingat tentang hal itu.

Ketua MA Hatta Ali menjelaskan, Perma 13/2016 mengatur soal jika sebuah korporasi diduga melakukan tindak pidana, penegak hukum meminta pertanggungjawaban hukum kepada seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggung jawab korporasi itu.

Misalnya, direktur utama atau dewan direksi. Sementara, kepada koorporasi itu sendiri, hanya dikenakan denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Untuk lebih jelasnya silakan baca PERMA tersebut yang link nya saya berikan di bawah ini
Berita : PERMA No. 13 Tahun 2016

PERTANYAAN KHUSUS UNTUK ANDA

Bila anda bekerja sebagai penanggung jawab bidang MSDM pada sebuah korporasi dan anda tahu atau mendapat perintah dari bos-bos anda untuk melakukan tindakan yang termasuk dalam Kategori nomor 8 dari daftar di atas, apa sikap anda dan apa yang anda akan lakukan?

Jakarta 5 April 2017