“Integritas”
“Integritas” adalah sebuah istilah atau sebutan yang sudah sangat sering kita baca dan dengar di berbagai media di negeri kita ini. Istilah tersebut adalah salah satu dari puluhan atau mungkin ratusan istilah atau kata yang berasal dari bahasa asing (Inggris) yang sudah diadopsi oleh bangsa kita. Saya bahkan yakin bahwa sebagian besar generasi muda tidak tahu bahwa kata itu diadopsi dari bahasa asing.
Menurut Wikipedia, kata integritas (“integrity”) sebenarnya juga berasal dari kata dalam bahasa Latin “integer” yang artinya “keseluruhan, lengkap”. Dalam perkembangannya, kata “integrity” diartikan sebagai konsistensi seseorang dalam menerapkan nilai nilai, prinsip, ekspektasi yang selalu diucapkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam kontek etika, integritas dianggap sebagai kebenaran atau ketepatan dari tindakan/perilaku seseorang. Orang-orang yang memiliki integritas adalah orang dianggap selalu bertindak, bersikap dan berperilaku atas dasar nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip, yang kata mereka, mereka pegang teguh. Jadi bila sesorang atau satu kelompok berkata bahwa mereka anti korupsi karena itu bertentangan dengan nilai, keyakinan dan prinsip mereka maka orang yang sering mendengar mereka mengucapkan hal itu akan menguji integritas mereka.
“Hipokritas”.
Kata yang ada dalam bahasa Inggris, adalah “hipocricy” yang diartikan sebagai sikap, perilaku dan tindakan yang tidak konsisten (tidak sejalan) dengan prinsip, nilai-nilai dan keyakinan yang mereka selalu gembar gemborkan. Orang-orang yang bersikap “hipocricy” disebut “hipokrit” artinya tidak punya integritas. Dalam bahasa Indonesia (Arab) kata “hiprokrit” bisa disamakan dengan “munafik”.
Sebuah contoh yang barangkali cocok adalah sebulan atau awal bulan Januari tahun 2013, ada seorang karyawan “Cleaning Service” pada sebuah bank syariah menemukan uang sebanyak Rp.100 juta dan mengembalikan uang tersebut kepada pihak Bank yang diyakininya sebagai pemilik syah dari uang itu. Oleh pimpinan sebuah partai politik, karyawan tersebut dipuji setinggi langit di banyak media dan diberi hadiah ibadah Umroh bersama istri dan ayahnya. Lebih jauh lagi, karyawan “cleaning service” tersebut lalu ditawari jadi “Caleg” partai tersebut karena dianggap memiliki integritas yang tinggi. Apa yang terjadi kemudian adalah sangat mengejutkan. Presiden partai tersebut ditangkap oleh KPK kemudian dijatuhi hukuman oleh pengadilan karena terlibat dalam kasus “penyuapan sapi”.
Dengan banyaknya tokoh yang ternyata “hiprokit”, saya jadi merenung kok sedikit sekali tokoh terutama tokoh politik yang bisa kita anggap benar-benar berintegritas di negeri kita ini. Seorang teman baik malah pernah berkata bahwa politikus yang mempunyai integritas yaitu minimal kata dan perbuatannya sama sepertinya sudah menjadi makhluk langka di negeri kita ini. Lebih banyak yang dalam bahasa alay-nya disebut “muna”.
Untuk hal itu, komentar saya adalah: “Wah kalau itu sepertinya sebuah pendapat yang sudah digeneralisasi dan menjadi anggapan yang oleh para psikolog disebut anggapan setereotip.
Hahahahahaha”.
Salam